اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى نُورِ الأَنْوَارِ. وَسِرِّ الأَسِرَارِ. وَتِرْيَاقِ الأَغْيَارِ. وَمِفْتَاحِ بَابِ الْنَسَارِ. سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُخْتَارِ. وَآلِهِ الأَطْهَارِ. وَأَصْحَابِهِ الأَخْيَارِ. عَدَد نِعَمِ الله وَأِفْضَالِهِ.

Minggu, 29 Januari 2012

SEJARAH KH MUHAMMAD KHALIL BANGKALAN

KH.MUHAMMAD KHALIL


اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةًوَّسُرُوْرًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحـْدَهُ لاَشـَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعََبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفَْضلِ اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَاِبه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَـٰفاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً

Segala puji hanya kepada Allah swt,yg telah melimpahkan rahmat ,taufiq,
hidayahNya pada kita,semoga kita selalu dalam maghfirah dan hidayahNya
Amiin,
shalawat dan salam kita panjatkan pada revolusi akbar kita baginda Rasulullah
muhammad saw.yg telah membawa kita dari suatu masa kebodohan dan kehancuran
di entaskan oleh beliyau di bawa ke peradapan yg baik (Islam).

Alfaqir Al jahil sebagai Santri dari syikhana khalil bangkalan.
kami ingin mengenang beliya lewat sejarahnya,guna untuk mentauladani
akhlaqul kharimahnya,inilah sebagian sejarah beliyau

Hari Selasa, 11 Jumada Al-Tsaniyah 1235 H atau 1820 M. ‘Abd Al-Latif, seorang kiai di Kampung Senenan, desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten Bangkalan, Ujung Barat Pulau Madura; merasakan kegembiraan yang teramat sangat. Karena hari itu, dari rahim istrinya lahir seorang anak laki-laki yang sehat, yang diberinya nama Muhammad Khalil.Kiai ‘Abd. Al-Latif sangat berharap agar anaknya di kemudian hari menjadi pemimpin ummat, sebagaimana nenek moyangnya. Seusai meng-adzani telinga kanan dan meng-iqamati telinga kiri sang bayi, Kiai ‘Abdul Latif memohon kepada Allah agar Dia mengabulkan permohonannya.

K.H. Khalil berasal dari keluarga ulama. Ayahnya, K.H. ‘Abd Al-Latif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Ayah ‘Abd Al-Latif adalah Kiai Hamim, anak dari Kiai ‘Abd Al-Karim. Yang disebut terakhir ini adalah anak dari Kiai Muharram bin Kiai Asra Al-Karamah bin Kiai ‘Abd Allah b. Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman adalah cucu Sunan Gunung Jati. Maka tak salah kalau Kiai ‘Abd Al-Latif mendambakan anaknya kelak bisa mengikuti jejak Sunan Gunung Jati karena memang dia masih terhitung keturunannya.

Oleh ayahnya, ia dididik dengan sangat ketat. Kholil kecil memang menunjukkan bakat yang istimewa, kehausannya akan ilmu, terutama ilmu Fiqh dan nahwu, sangat luar biasa, bahkan ia sudah hafal dengan baik Nazham Alfiyah Ibnu Malik (seribu bait ilmu Nahwu) sejak usia muda. Untuk memenuhi harapan dan juga kehausannya mengenai ilmu Fiqh dan ilmu yang lainnya, maka orang tua Kholil mengirimnya ke berbagai pesantren untuk menimba ilmu.

Belajar ke Pesantren

Mengawali pengembaraannya, sekitar tahun 1850–an, Kholil muda berguru pada Kiai Muhammad Nur di Pesantren Langitan Tuban. Dari Langitan, Kholil nyantri di Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Dari sini Kholil pindah lagi ke Pesantren Keboncandi, Pasuruan.

Selama di Keboncandi, Kholil juga belajar kepada Kiai Nur Hasan yang masih terhitung keluarganya di Sidogiri. Jarak antara Keboncandi dan Sidogiri sekitar 7 Kilometer. Tetapi, untuk mendapatkan ilmu, Khalil rela melakoni perjalanan yang terbilang lumayan jauh itu setiap harinya. Di setiap perjalanannya dari Keboncandi ke Sidogiri, ia tak pernah lupa membaca Surah Yasin; dan ini dilakukannya hingga ia -dalam perjalanannya itu- khatam berkali-kali.

Sebenarnya, bisa saja Kholil tinggal di Sidogiri selama nyantri kepada Kiai Nur Hasan, tetapi ada alasan yang cukup kuat bagi dia untuk tetap tinggal di Keboncandi, meskipun Kholil sebenarnya berasal dari keluarga yang dari segi perekonomiannya cukup berada. Ini bisa ditelisik dari hasil yang diperoleh ayahnya dalam bertani. Karena, Kiai ‘Abd Al-Latif, selain mengajar ngaji, ia juga dikenal sebagai petani dengan tanah yang cukup luas, dan dari hasil pertaniannya itu (padi, palawija, hasil kebun, durian, rambutan dan lain-lain), Kiai ‘Abd Al-Latif cukup mampu membiayai Kholil selama nyantri.

Akan tetapi, Khalil tetap saja menjadi orang yang mandiri dan tidak mau merepotkan orangtuanya. Karena itu, selama nyantri di Sidogiri, Khalil tinggal di Keboncandi agar bisa nyambi menjadi buruh batik. Dari hasil menjadi buruh batik inulah Khalil memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Kemandirian Khalil juga nampak ketika ia berkeinginan untuk menimba ilmu ke Mekkah. Karena pada masa itu, belajar ke Mekkah merupakan cita-cita semua santri. Dan untuk mewujudkan impiannya kali ini, lagi-lagi Khalil tidak menyatakan niatnya kepada orangtuanya, apalagi meminta ongkos kepada kedua orangtuanya.

Kemudian, setelah Khalil memutar otak untuk mencari jalan ke luarnya, akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke sebuah pesantren di Banyuwangi. Karena, pengasuh pesantren itu terkenal mempunyai kebun kelapa yang cukup luas. Dan selama nyantri di Banyuwangi ini, Khalil nyambi menjadi “buruh” pemetik kelapa pada gurunya. Untuk setiap pohonnya, dia mendapat upah 2,5 sen. Uang yang diperolehnya tersebut dia tabung. Sedangkan untuk makan, Khalil menyiasatinya dengan mengisi bak mandi, mencuci dan melakukan pekerjaan rumah lainnya, serta menjadi juru masak teman-temannya, dari situlah Khalil bisa makan gratis.

Akhirnya, pada tahun 1859 M., saat usianya mencapai 24 tahun, Khalil memutuskan untuk pergi ke Mekkah. Tetapi sebelum berangkat, Khalil menikah dahulu dengan Nyai Asyik, anak perempuan Lodra Putih.

Setelah menikah, berangkatlah dia ke Mekkah. Dan memang benar, untuk ongkos pelayarannya bisa tertutupi dari hasil tabungannya selama nyantri di Banyuwangi, sedangkan untuk makan selama pelayaran, konon, Khalil berpuasa. Hal tersebut dilakukan Khalil bukan dalam rangka menghemat uang, akan tetapi untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, agar perjalanannya selamat.

Sebagai pemuda Jawa (sebutan yang digunakan orang Arab waktu itu untuk menyebut orang Indonesia) pada umumnya, Khalil belajar pada para syekh dari berbagai mazhab yang mengajar di Masjid Al-Haram. Namun kecenderungannya untuk mengikuti Madzhab Syafi’i tak dapat di sembunyikan. Karena itu, tak heran kalau kemudian dia lebih banyak mengaji kepada para Syekh yang bermazhab Syafi’i.

Kebiasaan hidup prihatinnya pun, diteruskan ketika di Tanah Arab. Konon, selama di Mekkah, Kholil lebih banyak makan kulit buah semangka ketimbang makanan lain yang lebih layak. Realitas ini –bagi teman-temannya, cukup mengherankan. Teman seangkatan Khalil antara lain: Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, dan Syekh Muhammad Yasin Al-Fadani. Mereka semua tak habis pikir dengan kebiasaan dan sikap keprihatinan temannya itu.

Padahal, sepengetahuan teman-temannya, Kholil tak pernah memperoleh kiriman dari Tanah Air, tetapi Kholil dikenal pandai dalam mencari uang. Ia, misalnya, dikenal banyak menulis risalah, terutama tentang ibadah, yang kemudian dijual. Selain itu, Kholil juga memanfaatkan kepiawaiannya menulis khat (kaligrafi). Meskipun bisa mencari uang, Kholil lebih senang membiasakan diri hidup prihatin. Kebiasaan memakan kulit buah semangka kemungkinan besar dipengaruhi ajaran ngrowot (vegetarian) dari Al-Ghazali, salah seorang ulama yang dikagumi dan menjadi panutannya.

Sepulangnya dari Tanah Arab (tak ada catatan resmi mengenai tahun kepulangannya), Kholil dikenal sebagai seorang ahli Fiqih dan Tarekat. Bahkan pada akhirnya, dia-pun dikenal sebagai salah seorang Kiai yang dapat memadukan ke dua hal itu dengan serasi. Dia juga dikenal sebagai al-hafidz (hafal Al-Qur’an 30 Juz). Hingga akhirnya, Khalil dapat mendirikan sebuah pesantren di daerah Cengkubuan, sekitar 1 Kilometer Barat Laut dari desa kelahirannya.

Dari hari ke hari, banyak santri yang berdatangan dari desa-desa sekitarnya. Namun, setelah putrinya, Siti Khatimah dinikahkan dengan keponakannya sendiri, yaitu Kiai Muntaha; pesantren di Desa Cengkubuan itu kemudian diserahkan kepada menantunya. Kiai Khalil sendiri mendirikan pesantren lagi di daerah Kademangan, hampir di pusat kota; sekitar 200 meter sebelah Barat alun-alun kota Kabupaten Bangkalan. Letak Pesantren yang baru itu, hanya selang 1 Kilometer dari Pesantren lama dan desa kelahirannya.

Di tempat yang baru ini, Kiai Khalil juga cepat memperoleh santri lagi, bukan saja dari daerah sekitar, tetapi juga dari Tanah Seberang Pulau Jawa. Santri pertama yang datang dari Jawa tercatat bernama Hasyim Asy’ari, dari Jombang.

Di sisi lain, Kiai Khalil di samping dikenal sebagai ahli Fiqh dan ilmu Alat (nahwu dan sharaf ), ia juga dikenal sebagai orang yang “waskita,” weruh sak durunge winarah (tahu sebelum terjadi). Malahan dalam hal yang terakhir ini, nama Kiai Khalil lebih dikenal.

Geo Sosiologi Politik

Pada masa hidup Kiai Khalil, terjadi sebuah penyebaran Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah di daerah Madura. Kiai Khalil sendiri dikenal luas sebagai ahli Tarekat; meski pun tidak ada sumber yang menyebutkan kepada siapa Kiai Khalil belajar Tarekat. Tapi, menurut sumber dari Martin Van Bruinessen (1992), diyakini terdapat sebuah silsilah bahwa Kiai Khalil belajar kepada Kiai ‘Abd Al-Azim dari Bangkalan (salah satu ahli Tarekat Naqsyabandiyah Muzhariyah), tetapi, Martin masih ragu, apakah Kiai Khalil penganut Tarekat tersebut atau tidak?

Masa hidup Kiai Khalil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Kiai Khalil melakukan perlawanan; pertama, ia melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Kiai Khalil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu di antaranya: Kiai Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebuireng.

Cara yang kedua, Kiai Khalil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk (mengisi kekuatan batin, tenaga dalam) kepada pejuang, pun Kiai Khalil tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian.

Ketika pihak penjajah mengetahuinya, Kiai Khalil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Kiai Khalil, malah membuat pusing pihak Belanda; karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti; seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri.

Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Kiai Khalil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Kiai Khalil untuk di bebaskan saja.

Kiprahnya Dalam Pembentukan NU

Peran Kiai Khalil dalam melahirkan NU, pada dasarnya tidak dapat diragukan lagi, hal ini didukung dari suksesnya salah satu dari muridnya, K.H. Hasyim Asy’ari, menjadi tokoh dan panutan masyarakat NU. Namun demikian, satu yang perlu digarisbawahi bahwa Kiai Khalil bukanlah tokoh sentral dari NU, karena tokoh tersebut tetap pada K.H. Hasyim sendiri.

Mengulas kembali ringkasan sejarah mengenai pembentukan NU, ini berawal pada tahun 1924, saat di Surabaya terdapat sebuah kelompok diskusi yang bernama Tashwirul Afkar (potret pemikiran), yang didirikan oleh salah seorang kiai muda yang cukup ternama pada waktu itu: Kiai Wahab Hasbullah. Kelompok ini lahir dari kepedulian para ulama terhadap gejolak dan tantangan yang di hadapi umat Islam kala itu, baik mengenai praktik-praktik keagamaan maupun dalm bidang pendidikan dan politik.

Pada perkembangannya kemudian, peserta kelompok diskusi ingin mendirikan Jam’iyah (organisasi) yang ruang lingkupnya lebih besar daripada hanya sebuah kelompok diskusi. Maka, dalam berbagai kesempatan, Kiai Wahab selalu menyosialisasikan ide untuk mendirikan Jam’iyah itu. Dan hal ini tampaknya tidak ada persoalan, sehingga diterima dengan cukup baik ke semua lapisan. Tak terkecuali dari Kiai Hasyim Asy’ari; Kiai yang paling berpengaruh pada saat itu.

Namun, Kiai Hasyim, awalnya, tidak serta-merta menerima dan merestui ide tersebut. Terbilang hari dan bulan, Kiai Hasyim melakukan shalat istikharah untuk memohon petunjuk Allah, namun petunjuk itu tak kunjung datang.

Sementara itu, Kiai Khalil, guru Kiai Hasyim, yang juga guru Kiai Wahab, diam-diam mengamati kondisi itu, dan ternyata ia langsung tanggap, dan meminta seorang santri yang masih terbilang cucunya sendiri, dipanggil untuk menghadap kepadanya.

“Saat ini, Kiai Hasyim sedang resah, antarkan dan berikan tongkat ini kepadanya.” Kata Kiai Khalil sambil menyerahkan sebuah tongkat. Baik, Kiai.” Jawab Kiai As’ad sambil menerima tongkat itu.

“Bacakanlah kepada Kiai Hasyim ayat-ayat ini: Wama tilka biyaminika ya musa, Qala hiya ‘ashaya atawakka’u ‘alaiha wa abusyyu biha ‘ala ghanami waliya fiha ma’aribu ukhra. Qala alqiha ya musa. Faalqaha faidza hiya hayyatun tas’a. Qala Khudzha wa la takhof sanu’iduha sirathal ula wadhumm yadaka ila janahika takhruj baidha’a min ghiri su’in ayatan ukhra linuriyaka min ayatil kubra.” Pesan Kiai Khalil.

As’ad segera pergi ke Tebuireng, ke kediaman Kiai Hasyim, dan di situlah berdiri pesantren yang diasuh oleh Kiai Hasyim. Mendengar ada utusan Kiai Khalil datang, Kiai Hasyim menduga pasti ada sesuatu, dan ternyata dugaan tersebut benar adanya.

“Kiai, saya diutus Kiai Khalil untuk mengantarkan dan menyerahkan tongkat ini kepada Kiai.” Kata As’ad, pemuda berusia sekitar 27 tahun itu, sambil mengeluarkan sebuah tongkat, dan Kiai Hasyim langsung menerimanya dengan penuh perasaan.

“Ada lagi yang harus kau sampaikan?” Tanya Kiai Hasyim.

“Ada Kiai,” jawab As’ad. Kemudian ia menyampaikan ayat yang disampaikan Kiai Khalil.

Mendengar ayat yang dibacakan As’ad, hati Kiai Hasyim tergetar. Matanya menerawang, terbayang wajah Kiai Khalil yang tua dan bijak. Kiai Hasyim menangkap isyarat, bahwa gurunya tidak keberatan kalau ia dan teman-temannya mendirikan Jam’iyah. Sejak saat itu, keinginan untuk mendirikan Jam’iyah semakin dimatangkan.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, setahun telah berlalu, namun Jam’iyah yang diidamkan itu tak kunjung lahir. Sampai pada suatu hari, pemuda As’ad muncul lagi.

“Kiai, saya diutus oleh Kiai Khalil untuk menyampaikan tasbih ini,” kata As’ad.

“Kiai juga diminta untuk mengamalkan Ya Jabbar, Ya Qahhar (lafadz asma’ul husna) setiap waktu,” tambah As’ad.

Sekali lagi, pesan gurunya diterima dengan penuh perasaan. Kini hatinya semakin mantap untuk mendirikan Jam’iyah. Namun, sampai tak lama setelah itu, Kiai Khalil meninggal, dan keinginan untuk mendirikan Jam’iyah belum juga bisa terwujud.

Baru setahun kemudian, tepatnya 16 Rajab 1344 H., “jabang bayi” yang ditunggu-tunggu itu lahir dan diberi nama Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Dan di kemudian hari, jabang bayi itu pun menjadi “raksasa”.

Tapi, bagaimana Kiai Hasyim menangkap isyarat adanya restu dari Kiai Khalil untuk mendirikan NU dari sepotong tongkat dan tasbih? Tidak lain dan tak bukan karena tongkat dan tasbih itu diterimanya dari Kiai Khalil, seorang Kiai alim yang diyakini sebagai salah satu Wali Allah.

Tarekat dan Fiqh

Kiai Kholil adalah salah satu Kiai yang belajar lebih daripada satu Madzhab saja. Akan tetapi, di antara Madzhab-mazdhab yang ada, ia lebih mendalami Madzhab Syafi’i di dalam Ilmu Fiqh.

Pada masa kehidupan Kiai Kholil, yaitu akhir abad-19 dan awal abad-20, di daerah Jawa, khususnya Madura, sedang terjadi perdebatan antara dua golongan pada saat itu. Pada awal abad-20, seperti telah diungkapkan sebelumnya, di daerah Jawa sedang terjadi penyebaran ajaran Tarekat Naqsyabandiyah, Qadiriyah wa-Naqsyabandiyah, Naqsyabandiyah Muzhariyah dan lain-lain.

Akan tetapi, tidaklah dapat dipungkiri mengenai keterlibatan Kiai Khalil dalam tarekat, terbukti bahwa Kiai Khalil dikenal pertamakali dikarenakan kelebihannya dalam hal tarekat, dab juga memberikan dan mengisi ilmu-ilmu kanuragan kepada para pejuang.

Di sisi lain, Kiai Khalil pun diakui sebagai salah satu Kiai yang dapat menggabungkan tarekat dan Fiqh, yang kebanyakan ulama pada saat itu melihat dua hal tersebut bertentangan seperti Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, salah satu ulama yang notabene seangkatan dengan Kiai Khalil.

Memang, Kiai Khalil hidup pada masa penyebaran tarekat begitu gencar-gencarnya, sehingga kebanyakan ulama pada saat itu, mempunyai dan memilki ilmu-ilmu kanuragan, dan tidak terkecuali Kiai Khalil. Namun demikian, perbedaan antara Kiai Khalil dengan kebanyakan Kiai yang lainnya; bahwa Kiai Khalil tidak sampai mengharamkan atau pun menyebutnya sebagai perlakuan syirik dan bid’ah bagi penganut tarekat. Kiai Khalil justru meletakkan dan menggabungkan antara ke duanya (tarekat dan Fiqh).

Dalam penggabungan dua hal ini, Kiai Khalil menundukkan tarekat di bawah Fiqh, sehingga ajaran-ajaran tarekat mempunyai batasan-batasan tersendiri yaitu fiqh. Selain itu, ajaran tarekat juga tidak menjadi ajaran yang tanpa ada batasannya. Namun, yang cukup disayangkan adalah, tidak banyaknya referensi yang menjelaskan tentang cara atau pun pola-pola dalam penggabungan tarekat dan fiqh oleh Kiai Khalil tersebut.

Peninggalan

Dalam bidang karya, memang hampir tidak ada literatur yang menyebutkan tentang karya Kiai Khalil; akan tetapi Kiai Khalil meninggalkan banyak sejarah dan sesuatu yang tidak tertulis dalam literatur yang baku. Ada pun peninggalan Kiai Khalil diantaranya:

Pertama, Kiai Khalil turut melakukan pengembangan pendidikan pesantren sebagai pendidikan alternatif bagi masyarakat Indonesia. Pada saat penjajahan Belanda, hanya sedikit orang yang dibolehkan belajar, itu pun hanya dari golongan priyayi saja; di luar itu, tidaklah dapat belajar di sekolah. Dari sanalah pendidikan pesantren menjadi jamur di daerah Jawa, dan terhitung sangat banyak santri Kiai Khalil yang setelah lulus, mendirikan pesantren. Seperti Kiai Hasyim (Pendiri Pesantren Tebuireng), Kiai Wahab Hasbullah (Pendiri Pesantren Tambakberas), Kiai Ali Ma’shum (Pendiri Pesantren Lasem Rembang), dan Kiai Bisri Musthafa (Pendiri Pesantren Rembang). Dari murid-murid Kiai Khalil, banyak murid-murid yang dikemudian hari mendirikan pesantren, dan begitu seterusnya sehingga pendidikan pesantren menjadi jamur di Indonesia.

Kedua, selain Pesantren yang Kiai Khalil tinggal di Madura –khususnya, ia juga meninggalkan kader-kader Bangsa dan Islam yang berhasil ia didik, sehingga akhirnya menjadi pemimpin-pemimpin umat.

K.H. Muhammad Khalil, adalah satu fenomena tersendiri. Dia adalah salah seorang tokoh pengembang pesantren di Nusantara. Sebagian besar pengasuh pesantren, memiliki sanad (sambungan) dengan para murid Kiai Khalil, yang tentu saja memiliki kesinambungan dengan Kiai Khalil. Beliau wafat pada 1825 (29 Ramadhan 1343 H) dalam usia yang sangat lanjut, 108 tahun.


Jumat, 27 Januari 2012

TAUSIYAH PERSAUDARAAN TINGKATKAN NILAI KEBANGSAAN


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أخْرَجَ نَتَائِجَ أفْكاَرِنَا لِإِبْرَازِ أَيَاتِهِ وَالَّذِيْ أفْضَلَنَا بِالْعِلْمِ وَاْلعَمَلِ عَلَى سَائِرِ مَخْلُوْقَاتِهِ ، أَشْهَدُ أنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ يُمْلَئُ بِجَمِيْعِ اْلفَضَائِلِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَعِتْرَتِهِ الطَّاهِرِيْنَ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Pada kesempatan khotbah ini saya mengajak hadirin sekalian terutama pada diri saya sendiri khususnya untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah swt. dan terus menerus berusaha meningkatkan ketakwaan itu dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya serta mensyukuri semua kenikmatan dan karunia yang diberikan kepada kita dengan menggunakan dan menyalurkannya pada jalan yang diridhai oleh-Nya. Dengan demikian semoga kita senantiasa mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hadirin Jama’ah Jum’ah yang dirahmati Allah...
Kali ini saya ingin mengajak saudara seiman setaqwa dan sebangsa senegara untuk mengingat kembali sejarah berdirinya Negara tercinta Republik Indonesia. Sejatinya Indonesia bukanlah bangsa baru yang tiba-tiba ada semenjak 17 Agustus 1945. Bukan pula sebuah negara yang tiba-tiba ada begitu saja dengan nama Indonesia. Akan tetapi, negara ini merupakan negara yang dibangun di atas sejarah panjang, sejarah kerajaan Sriwijaya, Majapahit, dan juga Kerajaan Islam yang terbentang dari Samudra pasai, Demak hingga Mataram Islam.

Dengan demikian sudah berabad-abad Indonesia di bangun oleh nenek moyang kita. Sudah cukup panjang tinta sejarah mengukir Indonesia. Sejarah itu pula yang akhirnya menuntun para kyai, pejuang dan juga rakyat ini memilih Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Kedudukan Pancasila bagi bangsa ini, khususnya umat Muslim Indonesia hanyalah sebagai pedoman hidup berbangsa dan bernegara bukan pedoman hidup beragama. Sekali lagi bukan pedoman beragama. Akan tetapi saudara-saudara, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan cerminan dari nilai-nilai agama. Khusunya al-qur’an yang menjadi pedoman umat Islam.

Oleh karena itu, para hadirin jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah, wajar bila para kyai dan ulama ikut menyepakati dan menyetujui sebuah semboyan yang mendasari Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang secara lughawi berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Mengapa ini disetujui oleh ulama dan kyai? bukankah ini sama artinya membuka peluang bagi agama lain untuk berkembang di Indonesia? Bukankah sama dengan memberikan senjata bagi musuh agama kita? Tidak begitu... Allah swt sendiri telah berfirman dalam surat an-Nahl ayat 93 yang bunyinya:

ولو شاء الله لجعلكم أمة واحدة ولكن يضل من يشاء ويهدى من يشاء ولتسئلن عما كنتم تعملون
Yang artinya:
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (agama) saja, tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan.

Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Syuyuthi dalam tafsir Jalalain menjabarkan bahwa arti kata Ummatan Wahidatan adalah Ahla dinin wahidin satu agama. Ini artinya bahwa perbedaan agama dan perbedaan suku-bangsa merupakan sunnah Ilahi. Sebuah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, karena merupakan kehendak-Nya.

Maka dengan demikian para hadirin Jamaah Jum’ah seiman dan setaqwa, janganlah kita memandang bahwa perbedaan adalah sebuah musibah, akan tetapi pandanglah perbedaan sebagai sebuah ni’mat. Jika semua orang kaya, kepada siapa zakat kita berikan, jika semua orang pintar kepada siapa kita mengajar, jika semua orang ber-uang kepada siapa kita bersedekah? Dan jika semua orang beriman kepada siapa kita berdakwah? Mari kita renungkan bersama. Bukankah dengan demikian sebenarnya Allah memberikan peluang kepada kita untuk banyak berbuat, Beibadah, berdakwah, saling mengingatkan karena yang demikian itu banyak sekali pahala menanti. Karena itu ayat di atas diakhiri dengan sebuah pernyataan yang bernada mengingatkan;

ولتسئلن عما كنتم تعملون
Yang artinya:
Sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang Telah kamu kerjakan.

Nanti Allah akan bertanya kepada kita semua, apa yang telah kita perbuat dengan perbedaan itu. Apakah kita hanya diam, atau kita telah berbuat banyak, atau malah kita menyumpahi perbedaan itu dan menistakannya. Bukankah perbedaan itu disediakan oleh Allah swt sebagai ruang kita untuk berdakwah... sudahkan kita menggunakannya sebaik mungkin? Sudahkan kita memanfaatkannya untuk memperbanyak amal kita?

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Marilah kita renungkan bersama. Berbagai kejadian yang terjadi baru-baru ini di Indonesia. Mulai dari munculnya Ahmadiyah, munculnya nabi-nabi palsu, munculnya aliran-aliran sesat, hingga pengrusakan terhadap gereja. Adalah fenomena perbedaan. Janganlah kita memandang semua itu sebagai sebuah masalah, tapi mari kita memandang itu semua sebagai sebuah peluang. Peluang kita untuk berdakwah. Tentunya berdakwah dengan cara-cara yang luwes seperti yang diserukan Allah kepada kita semua dalam surat an-Nahl 125:

ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجدلهم بالتى هى أحسن ان ربك هو أعلم بمن ضل عن سبيله وهو أعلم بالمهتدين
Yang artinya:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Allah Tuhan-mu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Mari kita bersama-sama merangkul mereka dan mengajaknya untuk kembali pada Islam yang sempurna, Islam yang Kaffah. Jangan kita lempari batu mereka, tapi mari kita rangkul dan nasehati bahwa Islam itu begini tidak begitu. Kita ajak mereka berdiskusi, kita sapa mereka, kita bujuk mereka untuk bersama-sama masuk ke mushalla dan masjid yang penuh berkah ini.

Kepada umat nasrani, jangan kita bakar gereja mereka tapi, marilah kita rangkul mereka kita ajak mereka menuju masjid yang indah dan penuh berkah seperti masjid ini. Tentunya dengan cara yang baik pula. Jangan sampai dakwah kita mengoyak Bhineka Tunggal Ika yang telah disepakati bersama oleh para kyai, ulama dan umara’. Jangan sampai pula perbedaan yang penuh hikmah itu berubah menjadi musibah bagi bangsa ini. Karena itu sama artinya kita telah tidak amanah menjaga titipan nenek moyang kita yaitu ‘Indonesia’ dan secara otomatis menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Allah swt.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Inilah cita-cita Bhinneka Tunggal Ika, dan juga semangat dasar dari persaudaraan. Pasalnya, pengalaman pahit bangsa kita selama ini yang ditimpa berbagai konflik dan kerusuhan, mengisyaratkan bahwa keragaman bangsa Indonesia, apabila tidak disikapi secara jernih dan bijak, akan menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap saat.

Untuk itu, kaum muslimin sebagai umat terbanyak di Indonesia, haruslah memberikan teladan dalam mewujudkan persatuan, kesatuan dan kedamaian di tengah-tengah kemajemukan bangsa ini. Rujukan asasi yang harus dipegangi adalah teladan Nabi Saw. sepanjang hayatnya. Pengalaman Rasulullah saw. menunjukkan betapa bahayanya pencampuradukan antara kepentingan politik dan isu-isu agama. Agama memang bukan faktor pemicu berbagai peselisihan antarumat. Tetapi isu-isu agama sangat sensitif dan mudah tersulut.

Karena itu sejarah pernah mencatat pesan Nabi Muhammad saw kepada para sahabatnya bahwa jika suatu saat nanti umat Islam berhasil mencapai Mesir dalam futuhat kelak, yang harus diperhatikan adalah memperlakukan masyarakat Mesir dengan baik tanpa terkecuali. Sikap simpatik ini disampaikan Nabi Muhammad ketika menerima hadiah persahabatan dari Gubernur Mesir, Muqaiqis, yang notabene seorang non-muslim. Ramalan Nabi terbukti, dan Khalifah Umar ibn al-Khattab berpesan kepada Amr ibn Ash yang berhasil menguasai Mesir agar memperlakukan rakyat Mesir secara manusiawi.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Sekali lagi marilah dalam kesempatan ini kita benar-benar memegangi ajaran dan dan sunnah Rasulullah saw. Semoga Allah swt. senantiasa memberikan kepada kita petunjuk dan hidayahnya dalam menjaga amanah bangsa dan memberikan kemampuan kepada kita untuk mengelola perbedaan menjadi hikmah dan ni’mah. Amin.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

TAUSIYAH BERSIHKAN DIRI DANJIWA


الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد

فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ الله العلي العظيم

Marilah kita bersama-sama meraba diri dan hati kita masing-masing, sudahkan keduanya kita tata sedemikian rupa hingga menambah nilai ketakwaan kita kepada-Nya. Hati ini harus selalu kita jaga, jangan sampai rusak terkena penyakit dan terjalar mala. Karena penyakit hati susah nian diobati, namun demikian insyaalah mudah dihindari. Dan bila terasa diri ini banyak dosa segeralah minta ampunan kepada-Nya. Atau bersegeralah melaksanakan hal-ha yang disukai-Nya sebagai tebusan atas kesalahan-kesalahan kita, agar kita menjadi suci kembali. Karena Dia Allah adalah Tuhnan Maha Suci yang sangat menyukai kesucian. Maka hendaknya kita senantiasa dalam kondisi suci baik suci bathin maupun dhahir.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Suci adalah keadaan diri terbebas dari segala kotoran dan najis serta hadats. Dalam ilmu fiqih bersuci dari hadats kecik dilakukan dengan berwudhu, sedangkan untuk menghilangkan hadats besar harus dengan mandi. Semua imam mazhab sepakat dengan hal ini. Dan Islam memang datang kepada umat manusia untuk menata kesucian dan kebersihan. Islam sangat mementingkan kesucian. Lihat saja di berbagai literature kitab salaf, kitab kuning, hampir semua kitab fiqih memulai pembahasannya dengan Babut Thaharah.
Mengapa bersuci menjadi penting? Dalam surat al-Mudatsir ayat ke 4-5 diterangkan secara
- وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ -وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
Artinya; dan pakainmu bersihkanlah juga perbuatan dosa tinggalkanlah
Dari kedua ayat di atas menunjukkan bahwa penyucian raga harus diikuti dengan penyujian jiwa, atau bisa juga difahami bahwa sucinya fisik akan mempermudah kita menjalani proses penyucian jiwa. Inilah yang diutamakan Islam ketika menghadapi kaum Jahiliyah yang jorok dan meremehkan kebersihan.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Suatu hikayat menceritakan bahwa suatu hari seorang sahabat bernama Abu Nadjih (Amru) bin Abasah Assulamy r.a berkata “Pada masa Jahiliyah, saya merasa bahwa semua manusia dalam kesesatan, karena mereka menyembah berhala. Kemudian saya mendengar berita ; Ada seorang di Mekkah memberi ajaran-ajaran yang baik. Maka saya pergi ke Mekkah, di sana saya dapatkan Rasulullah SAW masih sembunyi-sembunyi, dan kaumnya sangat congkak dan menentang padanya.
Maka saya berdaya-upaya hingga dapat menemuinya, dan bertanya kepadanya :
Apakah kau ini ?
Jawabnya : Saya Nabi.
Saya tanya : Apakah nabi itu ?
Jawabnya : Allah mengutus saya.
Diutus dengan apakah ?
Jawabnya : Allah mengutus saya supaya menghubungi famili dan menghancurkan berhala, dan meng-Esa-kan Tuhan dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Saya bertanya : Siapakah yang telah mengikuti engkau atas ajaran itu ?
Jawabnya : Seorang merdeka dan seorang hamba sahaya ( Abubakar dan Bilal ).
Saya berkata : Saya akan mengikuti kau.
Jawabnya : Tidak dapat kalau sekarang, tidakkah kau perhatikan keadaan orang-orang yang menentang kepadaku, tetapi pulanglah kembali ke kampung, kemudian jika telah mendengar berita kemenanganku, maka datanglah kepadaku.

Maka segera saya pulang kembali ke kampung, hingga hijrah Rasulullah SAW ke Madinah, dan saya ketika itu masih terus mencari berita, hingga bertemu beberapa orang dari familiku yang baru kembali dari Madinah, maka saya bertanya : Bagaimana kabar orang yang baru datang ke kota Madinah itu ? Jawab mereka : Orang-orang pada menyambutnya dengan baik, meskipun ia akan dibunuh oleh kaumnya, tetapi tidak berhasil. Maka berangkatlah saya ke Madinah dan bertemu pada Rasulullah S.A.W.
Saya berkata : Ya Rasulullah apakah kau masih ingat pada saya ?
Jawabnya : Ya, kau yang telah menemui saya di Mekkah.
Lalu saya berkata : Ya Rasulullah beritahukan kepada saya apa yang telah diajarkan Allah kepadamu dan belum saya ketahui. Beritahukan kepada saya tentang shalat ?
Jawab Nabi : Shalatlah waktu Shubuh, kemudian hentikan shalat hingga matahari naik tinggi sekadar tombak, karena pada waktu terbit matahari itu seolah-olah terbit di antara dua tanduk syaitan, dan ketika itu orang-orang kafir menyembah sujud kepadanya.

Kemudian setelah itu kau boleh shalat sekuat tenagamu dari sunnat, karna shalat itu selalu disaksikan dan dihadiri Malaikat, hingga matahari tegak di tengah-tengah, maka di situ hentikan shalat karena pada saat itu dinyalakan Jahannam, maka bila telah telingsir dan mulai ada bayangan, shalatlah, karena shalat itu selalu disaksikan dan dihadiri Malaikat, hingga shalat Asar. Kemudian hentikan shalat hingga terbenam matahari, karena ketika akan terbenam matahari itu seolah-olah terbenam di antara dua tanduk syaithan dan pada saat itu bersujudlah orang-orang kafir.

Saya bertanya : Ya Nabiyullah : Ceriterakan kepada saya tentang wudlu' ! Bersabda Nabi : Tiada seorang yang berwudlu' lalu berkumur dan menghirup air, kemudian mengeluarkannya dari hidungnya melainkan keluar semua dosa-dosa dari mulut dan hidung. Kemudian jika ia membasuh mukanya menurut apa yang diperintahkan Allah, jatuhlah dosa-dosa mukanya dari ujung jenggotnya bersama tetesan air. Kemudian bila membasuh kedua tangan sampai kedua siku, jatuhlah dosa-dosa dari ujung jari-jarinya bersama tetesan air. Kemudian mengusap kepala maka jatuh semua dosa dari ujung rambut bersama tetesan air, kemudian membasuh dua kaki ke mata kaki, maka jatuhlah semua dosa kakinya dari ujung jari bersama tetesan air. Maka bila ia shalat sambil memuja dan memuji Allah menurut lazimnya, dan membersihkan hati dari segala sesuatu selain Allah, maka keluar dari semua dosanya bagaikan lahir dari perut ibunya " ( HR. Muslim )

"Ketika Amru bin Abasah menceritakan hadits ini kepada Abu Umamah, oleh Abu Umamah ditegur : Hai Amru bin Abasah perhatikan keteranganmu itu, masakan dalam satu perbuatan orang diberi ampun demikian rupa. Jawab Amru : Hai Abu Umamah, telah tua usiaku, dan rapuh tulangku, dan hampir ajalku, dan tiada kepentingan bagiku untuk berdusta terhadap Allah atau Rasulullah S.A.W.
Andaikan saya tidak mendengar dari Rasulullah, hanya satu dua atau tiga empat kali, atau lima enam tujuh kali tidak akan saya ceritakan, tetapi saya telah mendengar lebih dari itu " ( HR. Muslim )

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Hadits di atas membuktikan bahwa bersuci ternyata memiliki keistimewaan tersendiri. Dengan berwudhu secara otomatis Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil kita bersamaan dengan tetesan-tetesan air..masyaallah. oleh karena itu di akhir khutbah ini saya hanya ingin menyampaikan masrilah kita senantiasa berusaha melanggengkan diri kita dalam keadaan suci. Atau seringlah kita memperbarui wudhu kita. Karena hal itu menjadi keuatamaan tersendiri.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

TAUSIYAH DZIKIR MENUJU MUSYAHADAH SOSIAL

الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد... فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم فاذكرونى أذكركم


Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Marilah kita bersama-sama muhasabah, menghitung-hitung diri dan hati kita masing-masing, sudahkan keduanya kita tata sedemikian rupa hingga menambah nilai ketakwaan kita kepada-Nya. Hati ini harus selalu kita jaga, jangan sampai rusak terkena penyakit dan terjalar mala. Karena penyakit hati susah nian diobati, namun demikian insyaalah mudah dihindari. Dan bila terasa diri ini banyak dosa segeralah minta ampunan kepada-Nya dengan memperbanyak zikir, agar kita menjadi suci kembali. Karena Dia Allah adalah Tuhnan Maha Suci yang sangat menyukai kesucian. Maka hendaknya kita senantiasa dalam kondisi suci baik suci bathin maupun bathin.



Fa qad qalallahu fil qur’anil adhim…

فاذكرونى أذكركم

“ingatlah kepada-Ku niscaya Aku ingat kepadamu.”(QS. al-Baqarah ayat 152)

.Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Ayat di atas mengingatkan kita bahwa dalam setiap tarikan nafas dan kesadaran manusia seyogyanya selalu menempatkan Allah sebagai pelabuhan terakhir. Berarti manusia dapat mengingat Allah di mana saja dan kapan saja selama ia masih berada di atas bumi-Nya. Kita pun sering melihat bermacam-macam ekspresi manusia dalam mengingat Allah; menangis, berdiam diri, menyanyi, menari, dan berkata-kata.

Dalam konteks ini umat Islam tidak pernah lepas dari tiga hal; “doa” (permintaan kepada Allah); “wirid” (bacaan tertentu untuk mendapatkan ‘aliran’ dari Allah); dan “zikir”, yaitu segala gerak gerik dan aktivitas yang berobsesi taqarrub kepada Allah. Termasuk juga zikir adalah me lafadz kan kata-kata tertentu. Zikir sangat penting karena ia merupakan langkah pertama tapakan cinta kepada Allah.

Zikir merupakan bentuk komitmen dan kontinuitas untuk meninggalkan segala hal yang berbentuk kelupaan kepada Allah dan memasuki wilayah musyahadah (persaksian), mengalahkan rasa takut bersamaan dengan rasa kecintaan yang mendalam. Zikir dapat dimaknai juga dengan ‘berlindung kepada Allah.’ Atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa zikir itu mengingat Allah yang dapat dilakukan dengan diam-diam atau bersuara.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Zikir itu ada dua macam; pertama, zikr bi al-lisan, yaitu mengucapkan lafadz-lafadz (redaksi) yang dapat menggerakkan hati untuk mengingat Allah. Zikir dengan pola ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu dan tempat tertentu pula. Misalnya, berzikir di mesjid pada saat selepas salat. Kedua, zikr bi al-qalb, yaitu keterjagaan hati untuk selalu mengingat Allah. Zikir ini dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja. Jadi tidak ada pembatasan ruang dan waktu. Pelaku sufi lebih mengistimewakan zikr bi al-qalb karena implikasinya yang hakiki. Meskipun demikian, zakir (seseorang yang berzikir) dapat mencapai kesempurnaan apabila ia mampu berzikir dengan lisan sekaligus dengan hatinya. Meskipun secara global terdapat dua kutub zikir, namun dalam realitasnya terdapat tujuh jenis zikir, pertama, zikr bi al-lisan (pengucapan dan bersuara), zikr al-nafs (tanpa suara dan terdiri atas gerak dan rasa di dalam), zikr al-qalb (perenungan hati), zikr al-ruh (tembus cahaya dan sifat-sifat ilahiah), zikr al-sirr (penyingkapan rahasia ilahi), zikr al-khafy (penglihatan cahaya keindahan), dan zikr akhfa’ al-khafy (penglihatan realitas kebenaran Yang Mutlak).

Yang tidak kalah pentingnya, para jama’ah jum’ah yang mulia, adalah bahwa zikir tidak menuntut seseorang untuk memahami konteks. Zikir hanya memerlukan arahan seorang guru. Maka zikir yang efektif adalah zikir yang diilhami dengan tepat oleh seorang guru ruhani dan selalu dalam pantauannya. Hal ini secara sederhana dan praksis dapat kita saksikan dalam ranah tradisi pesantren. Di kalangan santri, zikrullah biasanya diawali dengan zikr bi al-lisan, yaitu mengucapkan redaksi tertentu secara khusyu’ (konsentrasi), istiqamah (kontinuitas) dan thuma’ninah (stabil). Mula-mula zikr bi al-lisan dilakukan sebagai bagian dari ritual keagamaan, misalnya mengucapkan lafadz “subhanallah al-adzim” sebanyak 21 kali, 40 kali, 150 kali, 300 kali bahkan lebih dari itu. Teori-teori zikir ini sudah tentu mengacu kepada ajaran sufi yang telah dipercaya otentisitasnya. Sehingga zikr bi al-lisan tidak hanya sebatas ritual, tapi tahapan yang memfokus. Sehingga pada tahap tertentu secara otomatis mewujud dalam rutinitas hati dimana hati dengan sendirinya tergerak menuju ke alam musyahadah.

Pada tahap awal pengucapan zikir memang terasa sebatas lisan. Meskipun demikian hal ini bukanlah sesuatu yang buruk. Hanya saja seseorang perlu meningkatkan kualitas zikirnya hingga benar-benar mengantarkannya pada kondisi persaksian atas kesucian dan keagungan Allah. Kontinuitas zikir mampu membawa manusia pada satu tahapan dimana persaksian terhadap Allah memenuhi wilayah qalb (hati). Pada tahap ini zikir tidak lagi berada di wilayah kesadaran namun juga masuk dalam wilayah ketidaksadaran. Sehingga proses zikir pun berjalan di kala terjaga, tidur, pingsan, mati suri, bahkan sakaratul maut.
Sebagaimana di singgung di atas bahwa orientasi zikir adalah penataan qalb. Qalb memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena baik buruk aktivitas manusia sangat bergantung kepada kondisi qalb.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Konsepsi zikir di atas menunjukkan bahwa zikir merupakan pelatihan hati untuk ber musyahadah kepada Allah. Musyahadah berarti pengabaian manusia atas perilaku yang destruktif dan kemunculan obsesi untuk menjadi pribadi yang sempurna. Musyahadah inilah makna hidup yang telah lama menghilang dari kehidupan manusia sehingga manusia terperangkap ke dalam berbagai krisis; krisis sosial, krisis struktural dan krisis etika. Hilangnya musyahadah dari diri manusia beriringan dengan orientasi hidup yang serba materi. Maka kehidupan manusia tidak lagi berkualitas karena pengabaiannya atas makna dan nilai. Kerja keras hanya diukur seberapa besar produk yang dihasilkan dan seberapa lama waktu yang telah dihabiskan. Padahal kerja keras juga mencakup nilai seberapa besar manfaat produk yang dihasilkan bagi kehidupan dan seberapa lama produk itu memberi manfaat bagi kemanusiaan.

Di sinilah peran zikir, yaitu memacu manusia untuk bertindak berdasarkan pemanfaatan dan kemaslahatan. Ma’ruf al-Kharkhi, seorang sufi besar, mengatakan bahwa hidup yang hakiki adalah kepedulian terhadap hakikat dan berpaling dari kepalsuan. Bila demikian, segala rupa tindakan lahiriah membutuhkan kejujuran, profesionalitas, dan berorientasi kemaslahatan secara luas. Dalam konteks ini kita dapat memerhatikan pribadi-pribadi sempurna, seperti; Umar bin Abdul Azis—yang layak disebut sufi—adalah seorang pemimpin negara (khalifah) berkualitas yang berhasil menjadikan kekuasaannya lebih bermakna bagi kehidupan; Jabir bin Hayyan, sufi sekaligus ilmuwan; Fariduddin al-Atthar, sufi dan juga konglomerat. Artinya, bahwa kesufian seseorang tidak akan menghalangi aktivitas sehari-harinya sebagai manusia biasa yang butuh pada pemenuhan hidup dan perjuangan membangun cita-cita kemanusiaan.

Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang ganjil sepanjang manusia mampu menjaga proporsionalitas antara ilmu, amal dan kebersihan hati (tazkiyah al-qalbi). Allah berfirman dalam Surah al-Hajj ayat 54,


وليعلم الذين اتوا العلم أنه الحق من ربك فيؤمنوا به فتخبت له قلوبهم وان الله لهاد الذين امنوا الى صراط مستقيم

”Agar orang-orang yang diberi ilmu meyakini bahwasannya al-Quran itulah yang haq dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanyadan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus”.


Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Walhasil, bahwa zikir dapat membimbing seseorang untuk beraktivitas dengan hatinya. Zikir akan mempersembahkan hati manusia sebagai tempat suci di mana alam semesta menjelma sebagai bukti-bukti kehadiran Allah, kapan saja dan di mana saja. Wallahu A’lam bi al-sawab.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

TAUSIYAH BULAN SYA'BAN BULAN MUHASABAH


الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, إتقوا لله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Para jama’ah jum’ah yang berbahagia, tak terasa waktu terus berlalu. Hari berganti hari, bulan berselih bulan. Sebentar lagi puasa Ramadhan tiba. Kita harus menyambutnya dengan besar hati penuh suka cita. Karena itu adalah termasuk tanda-tanda ketaqwaan seorang muslim. Marilah kita manfaatkan sisa-sisa bulan sya’ban sebaik-baiknya untuk meningkatkan ketaqwaan kita. Allahumma Barik lana fi Rojaba wa Sy’bana wa Ballighna Ramadhana.



Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Banyak sekali hadits yang menerangkan tentang keutamaan bulan sya’ban dan beberapa amalan di dalamnya. Bulan sya’ban sangat istimewa karena menjadi pintu menuju Ramadhan yang mulia. Sebagian ulama mengatakan bahwa sya’ban adalah ruang pelatihan bagi umat muslim dalam rangka menghadapi puasa di bulan Ramadhan. Latihan itu bisa berbagai rupa amal saleh dan tentunya yang pokok adalah melatih diri berpuasa. Baik berpuasa secara lahir maupun berpuasa secara bathin. Artinya, berpuasa menahan lapar sekaligus menahan diri dari nafsu dan kebiasaan buruk keseharian. Seperti yang dilakukan Rasulullah saw:

Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Tidak pernah Nabi s.a.w. itu berpuasa dari sesuatu bulan lebih banyak daripada Sya'ban, karena beliau berpuasa selama bulan Sya'ban itu seluruhnya." "Dalam suatu riwayat disebutkan: "Beliau berpuasa dalam bulan Sya'ban, melainkan sedikit sekali yang tidak - yakni sebagian besar dalam bulan ini dipuasai." (Muttafaq 'alaih)

Selain itu sebuah hadits layak kita perhatikan berhubungan dengan bulan sya’ban yang diriwayatkan oleh Abu dawud dan Nasa’i bahwa:
Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya'ban? Rasulullah s.a.w. menjawab:"Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa". (h.r. Abu Dawud dan Nasa'i).

Artinya, bulan sya’ban adalah sebuah momen penting bagi kehidupan ruhaniah seorang muslim, karena rasulullah sendiri mengatakan bahwa pada bulan inilah berbagai amalan manusia diangkat oleh Allah swt. Dengan demikian sebenarnya, kita hanya bisa merenung dan berhitung seberapa banyak kita telah mengumpulkan kebaikan. Apakah buku catatan itu kita penuhi dengan tinta kebaikan ataukah dengan coretan keburukan? Alhamdulillah jika ternyata hitungan amal shaleh kita lebih banyak dari pada keburukan. Tetapi jika amal buruk kita lebih dominan maka segeralah perbaiki segalanya mumpung masih tertisa bulan sya’ban ini. Gunakanlah kesempatan itu sebaik-baiknya dan jangan kita sia-siakan. Mumpung masih ada waktu mari kita bermuhasabah.

Ma'asyiral Muslimin Rahimakumullah

Demikianlah khutbah jum'ah kali ini semoga kita senantiasa diberikan petunjuk oleh Allah swt dengan diberik kamauan dan kemampuan mengerjakan berbagai perintahnya dan menjauhi berbagai larangannya.


بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

TAUSIYAH RENUNGAN DI BULAN RAMADHAN

الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كُتِبَ عَلَى الذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Ma’asyiral Mu’minin Rohimakumullah
Tak terasa kita kembali berjumpa dengan bulan yang suci, istimewa dan mulia: Ramadhan. Banyak sekali kejadian penting yang terjadi di bulan ini sehingga patut menjadi alasan keistimewaan Ramadhan di bandingkan sebelas bulan yang lain.
Hal terpenting yang harus disebut hubungannya dengan Ramadhan adalah diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Ada pula momentum penting lainnya yaitu perang badar dan penaklukan (fathu) Makkah. Keduanya mempunyai peran luar biasa dalam perjuangan umat Islam pada masa itu. Keduanya selanjutnya menjadi titik tolak perkembangan Islam di dunia. Begitu istimewanya bulan Ramadhan sehingga Rasulullah saw bersabda:

قد أتاكم رمضان سيد الشهور فمرحبابه وأهلا جاء شهر الصيام بالبركات فأكرم به من زائر هو ات

Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan utama atas segala bulan, telah datang. maka sambutlah Bualan puasa dengan segala berkahnya telah datang. Maka muliakanlah. Sungguh amat mulialah tamu kalian ini.

Tidak hanya dalam wacana keIslaman saja Ramadhan menjadi Istimewa. Di Indonesia Ramadhan bulan bersejarah karena proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 agustus tahun 1945 bertepatan pula dengan Ramadhan. Lantas apakah sebenarnya nilai istimewa yang terkandung dalam Ramadhan itu?

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal dilipatgandakan bahkan ditetapkan jenis ibadah wajib yang khusus hanya dilakukan pada bulan itu saja yaitu puasa. Dengan segala ‘fasilitas’ dan ‘motivasi’ yang sedemikian itu, diharapkan umat muslim memanfaatkan bulan ini sebaik-sebaiknya untuk menyucikan diri hingga putih bersih ‘sebagaimana saat kelahirannya’
Masalahnya adalah, apakah kita cukup peduli pada keistimewaan Ramadhan? apakah kita siap mendapatkan fasilitas, dengan berbagai keistimewaannya? Atuakah Jangan-jangan kita sudah tidak merasa memerlukan lagi fasilitas itu atau jangan-jangan kita tidak lahi membutuhkan dan merasa tidak perlu dengan bulan Ramadhan, na’udzubillah mindzalik…


Keistimewaan Ramadhan ini akan sangat terasa jika kita maknai sebaik mungkin dengan mengisinya dengan bermacam bentuk peribadahan. Sehingga keistimewaan itu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan kita. Sebagaimana halnya hari ulang tahun seseorang yang tidak bermakna jika tidak dimaknai oleh yang bersangkutan. Begitu pula dengan Ramadhan.Tanpa pemaknaan itu Ramadhan hanya akan menjadi satuan waktu biasa. Setiap harinya sama tidak istimewanya dengan hari-hari lainnya. Tidak akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tiak menempatkan makna khusus terhadapnya.

Tetapi para jama’ah rahimakumullah…
memberikan makna dan nilai untuk bulan Ramadhan, tidak berarti kita berlebih-lebihan mengisinya di bulan ini saja dan untuk sebelas bulan selanjutnya kita teledor. Karena aktualisasi makna Ramadhan itu justru terdapat dalam sebelas bulan lainnya. Ramadhan harus menjadi titik tolak perjalanan kehidupan muslim di sepanjang tahun selebihnya. Seperti halnya fathu makkah ataupun perang badar yang menjadi tonggak perjalanan umat Islam di dunia.


Dengan kata lain, nilai optimal Ramadhan baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan bulan ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku kita. Sudahkan kita memenuhi kewajiban kita atas perintah-perintah-Nya? Masih pantaskah kita menuntut hak dari-Nya, padahal kita tak selalu memenuhi kewajiban kita atas-Nya? Atau malahan Allah telah memenuhi hak kita, namun kita tak pernah menyadarinya! Astagfirullah…

Pada hakikatnya, Allah swt tidak pernah memerlukan kita. Namun kita harus tahu diri bahwa segala fenomena alam di dunia ini merupakan tanda dan pelajaran mengenai kekuasaan-Nya. Tidak diciptakan semua makhluk di dunia ini kecuali untuk mengabdi pada-Nya. Dan segala di dunia menjadi jalan mengabdi untuk-Nya. Maka, jalan menuju ilahi bagi makhluk sosila seperti manusia adalah mengabdikan diri dengan cara memperbaiki pola hubungan kita dengan sesama manusia, lingkungan dan dunia sekitar kita. Dengan bahasa lain, hubungan transcendental (hablum minallah) antara manusia dan tuhan tak akan lengkap dan sempurna tanpa merangkai hubungan horizontal (hablum minan nas) antar manusia.


Oleh karena itu Ramadhan adalah waktu yang diciptakan oleh Allah lengkap dengan fasilitas dan kemewahannya untuk dimanfaatkan manusia sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan membelajari poa kehidupan yang sehat. Sangat saying jika dilewatkan.
Namun, bukankah Ramadhan hanyalah putaran waktu yang akan hadir kembali pada tahun yang akan datang? ah, siapakah kita ini hingga seyakin itu akan menemui Ramadhan yang akan datang? bukankah hidup ini adalah misteri tersbesar umat manusia? Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya!

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

TAUSIYAH DI HARI RAYA AIDIL FITRIH

بسم الله الرحمن الرحيم
الخطبة الأولى لعيد الفطر


الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمد لله الذى عاد علينا نعمه فى كل نفس ولمحات وأسبغ علينا ظاهرة وباطنة فى الجلوات والخلوات. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له الذى امتن علينا لنشكره بأنواع الذكر والطاعات. وأشهد أن محمدا عبده ورسوله سيد الأنبياء والمرسلين وسائر البريات. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الفضل والكمالات.
الله أكبر أما بعد : أيها الحاضرون ! هذا يوم العيد. هذا يوم الفرح. فرح المسلمون لتوفيق الله إياهم باستكمال بلاء ربهم بفرض الصيام مع الترويحات فرح المسلمون بوعد ربهم بغفران ما اجترحوا من السيئات واستحلال بعضهم من بعض فى الحقوق والواجبات.
إخوانى الكرام ! فى هذا اليوم حرم الله علينا الصيام بعد أن فرضه علينا جميع الشهر وأخبر أنه فرضه لنكون من المتقين. فمن هذا اليوم ينبغى لنا أن نبعث فى أنفسنا بارتقائها على مراتب التقوى ونهتم بدين ربنا حتى ننال ما وعدنا ربنا حقا.
الله أكبر ! إخوانى الكرام ! إن الله شرع لنا هذا العيد لنعود الى السمع والطاعة. ونعمل بكتابه بالجد والإجتهاد والقوة. ونبتعد عن التقصير والأعمال كما وقع فى أعوامنا الماضية.
الله أكبر. وقال تعالى : ومن أظلم ممن ذكر بأيات ربه فأعرض عنها ونسى ما قدمت يداه. إنا جعلنا على قلوبهم أكنة أن يفقهوه وفى أذانهم وقرا وإن تدعهم إلى الهدى فلن يهتدوا إذن أبدا.
الله أكبر, إخوانى الكرام ! إعلموا أن الله تعالى قد طالبنا فى إقرارنا أن نطيع ونسمع. فقال تعالى ألم ياءن للذين أمنوا أن تخشع قلوبهم لذكر الله وما نزل من الحق ولا يكونوا كالذين أوتوا الكتاب من قبل فطال عليهم الأمد فقست قلوبهم وكثير منهم فاسقون.
الله أكبر. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. بادروا بالأعمال قبل ان تظهر فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسى كافرا ويمسى مؤمنا ويصبح كافرا. يبيع أحدهم دينه بعرض قليل من الدنيا. رواه مسلم عن أبى هريرة
بارك الله لى ولكم فى القرآن العظيم ونفعنى وإياكم بفهمه إنه هو البر الرحيم.

Umat Islam yang berbahagia setelah kita diberi kekuatan oleh Allah melawan hawa nafsu menyelesaikan ibadah puasa satu bulan penuh maka kita mendapat kemulyaan di sisi Allah.Kemulyaan yang telah kita dapat tersebut hendaknya selalu kita jaga dan lestarikan dengan membangun tiga ukhuwah.


Pertama, adalah dengan membangun ukhuwah islamiyah. Sudah saatnya umat Islam mengesampingkan hal-hal furu’iyah (parsial) yang hanya akan menambah fitnah dan pertentangan sesama umat Islam, dan juga akan menguras dan menyia-nyiakan waktu dan energi kita dengan perdebatan yang tidak begitu bermanfaat, yang seharusnya hal itu dapat kita gunakan untuk berfikir dan bekerja demi kemajuan dan kemaslahatan umat.

Karena tantangan yang kita hadapi semakin banyak dan komplek mari kita kembali kepada al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11-12 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Mari kita melakukan refleksi belajar dari sejarah. Bahwa kekuatan dan kebesaran Islam tidak didapatkan dengan harta atau yang lainya, tetapi kekuatan dan kebesaran tersebut dapat diraih dan diwujudkan dengan semangat pesatuan dan kesatuan. Semangat persatuan dan kesatuan inilah yang dipraktekkan antara sahabat Muhajirin dan Ansor di bawah pimpinan Rasulullah saw hingga membawa kekuatan dan kebesaran Islam pada waktu itu.

Kedua, untuk menjaga kemulyaan yang telah kita peroleh di bulan Ramadan kita juga harus meningkatkan ukhuwah wathaniyah. Kita tingkatkan rasa persatuan dan kesatuan kebangsaan kita, dengan sadar tulus ikhlas bahwa kita adalah bersaudara satu nusa satu bangsa dan satu bahasa.

Negeri kita ini adalah negeri yang besar yang terdiri dari 17 ribu pulau lebih dengan kekayaan alam yang melimpah ruah di dalamnya, aneka barang tambang, minyak bumi, gas, batu bara, emas, kekayaan hutan, kekayaan laut dan lainya yang itu semuanya merupakan anugrah sekaligus amanat dari Allah kepada kita semua penduduk Indonesia baik itu Muslim, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Konghucu, Sunda, Jawa, Batak, Madura, Melayu dan lainya. Kita semua harus menjaga amanat tersebut jangan sampai ada yang berkhiyanat.

Rasulullah sukses membangun masyarakat di Yatsrib dengan berhasil mempersatukan penduduk Yatsrib yang terdiri dari banyak etnis dan suku yang berbeda yaitu muslim pendatang (Muhajirin), dan muslim pribumi yaitu suku Aus dan Khojraj (Ansor), Yahudi tiga suku yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadzir, Bani Quraidzah. Seperti tertera dalam Piagam Madinah yang dimuat dalam kitab as-Siroh an-Nabawiyah karya Abdul Malik bin Hisyam al-Anshari Juz 2 hal 119-122 :

بسم الله الرحمن الرحيم
هذا كتاب من محمد النبى صلى الله عليه وسلم بين المؤمنين والمسلمين من قريش ويثرب و اليهود ومن تبعهم فلحق بهم وجهد معهم, إنهم امة واحدة........

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Piagam ini dari nabi Muhammad saw, berlaku bagi golongn mukminin dan muslimin dari etnis Qurais dan Yatsrib serta kelompok-kelompok yang turut berkerja sama dan berjuang bersama-sama mereka, bahwa mereka adalah bangsa yang satu........
Poin 15 : perlindungan Tuhan (Allah) itu satu, yakni terhadap sesama tetangga dekat mereka. Orang-orang beriman antara sesama manusia saling bantu membantu.
Poin 16 : orang Yahudi beserta pemeluknya berhak mendapat pertolongan dan santunan, sepanjang tidak berbuat zalim atau menentang komitmen.
Poin 47 terkhir: piagam ini tidak di proyeksikan untuk membela orang yang zalim atau khianat. Semua orang bisa bepergian (keluar rumah) secara aman serta berdomisili di kota Yatsrib (Madinah) secara damai pula. Hal ini, terkecuali bagi mereka yang zalim dan khianat. Tuhan (Allah)-lah pelindung orang yang berbuat kebajikan dan taqwa.
Dengan semangat Piagam Madinah Rasulullah berhasil membangun masyarakat mutamaddin di kota bernama Yatsrib yang akhirnya disebut dengan kota madinatul munawarah (kota yang dapat pencerahan), kota yang modern, berkeadilan, makmur, sejahtera, solid serta tidak ada diskriminasi antara muslim dan non muslim antara penduduk pribumi dan pedatang.

Hal itu dibuktikan oleh keseriusan Nabi dalam menjalankan isi Piagam Madinah diantaranya, adalah pada suatu ketika ada seorang muslim membunuh seorang Yahudi Nabi marah besar. Nabi mengumpulkan dana untuk ahli waris Yahudi tersebut, dan Nabi bersebda: من قتل ذ ميا فأنا خصمه Barang siapa membunuh non muslim maka akan berhadapan dengan saya

Suatu ketika ada jenazah lewat Rasul berdiri menghomat berduka. Sahabat berkata, itu tadi yang lewat jenazah orang Yahudi ya Rosul. Rosul menjawab, kita semua harus ikut berduka cita bagi siapa saja yang meninggal dan menghadap Tuhan-nya walaupun itu non muslim.

Suatu ketika Usamah bin Zaid bin Harisah menangkap maling perempuan dan perempuan itu berasal dari keluarga terhormat dari Bani Mad’un. Karena melihat latar belakang wanita tersebut Usamah bermaksud membebaskan perempuan tersebut. Mengetahuai keinginan Usamah tersebut Rasulullah marah berkata: والله يااسامة لو سرقت فاطمة بنتي لقطعت يدها Demi Allah wahai Usamah andaikan Fatimah anakku mencuri niscaya aku akan memotong tangannya.

Yang dibangun oleh Rasulullah tersebut adalah sebuah sistem sosial yang dinamakan tamadun, masyarakatnya disebut masyarakat mutamaddin dan negaranya disebut dengan negara madinah.

Ketiga, mari kita tingkatkan ukuwah insaniyah. Ketika Rasulullah pergi haji (yang beliau hanya satu kali saja seumur hidup) yaitu haji wada’ kemudian Rasulullah mengumpulkan kaum muslimin dan berkhotbah di padang Arafah yang isinya antara lain:

ايها الناس, ان دماءكم حرام واموالكم حرام وعرضكم حرام كحرمة يومكم هذا, وشهركم هذا وبلدكم هذا.

Wahai manusia, (disini Rasulullah menggunakan kata wahai manusia, bukan wahai umatIislam dan juga bukan wahai bangsa Arab). sesungguhnya nyawa, harta dan kehormatan kalian adalah suci seperti sucinnya hari wukuf ini, bulan haji, dan negari Makkah ini.
Inilah deklarasi hak asasi manusia tiga serangkai nyawa, harta, dan maratabat manusia 14 abad yang lalu. Setelah itu Rasulullah pulang dari haji dan 84 harinya Rasulullah meninggal.

Islam tidak mengenal radikal, ekstrim, apalagi teror. Islam sangat menghormati nyawa, harta, dan martabat manusia, dan barang siapa melanggar itu semua berarti sama saja ia mencoreng kesucian Islam itu sendiri.

Suatu ketika Rasulullah baru saja menguasai kota Hunain dan Thaif dan mendapat harta rampasan perang sangat banyak yang terdiri dari ratusan onta, sapi dan kambing. Dan Rasulullah membagi-bagikannya di Ji’ranah. Sahabat yang senior tidak dikasih hanya mualaf saja yang dikasih walaupun mualaf tersebut sudah kaya seperti sahabat Abu Syafyan yang pada waktu itu baru masuk Islam dan kaya di kasih seratus ekor onta.

Sekonyong-koyong datang seorang yang bernama Dzil Quaisir di hadapan Rasulullah dan berkata dengan congkak i’dil ya Muhammad (berbuatlah adilah wahai Muhammad.). Lalu Nabi Muhammad menjawab, yang saya lalukukan ini adalah perintah Allah bukan kemauan saya sendiri. Setelah orang itu pergi Rosulullah besabda:


سيخرج من ضئضئ هذا الرجل, قوم يتلون القران, ولا يجاوز حلاقيمهم هم شرالخلق والخليقة.

Akan muncul dari umatku orang yang hafal al-Qur’an tetapi tidak melewati tenggorakanya (tidak mengerti) mereka itulah sejelek-jeleknya manusia bahkan lebih jelek dari binatang.

Pridiksi Rasullah tidak lama terbukti yaitu terbunuhnya kholifah ke empat Sayyidinan Ali ra di bunuh oleh Abdul Rahman bin Muljam. Ketika beliau (Sayyidinan Ali ra) keluar rumah akan menjalankan shalat subuh. Pembunuh Ali itu adalah seorang yang memperoleh sebutan sebagai qaimul lail, shoimun nahar, danhafidzul Qur’an.

Karena menurut Abdur Rahman bin Muljam Ali telah kafir karena telah menerima putusan perjanjian damai dengan Muawiyah di Daumatu Jandal. Berarti Ali telah mengambil hukum hasil keputusan manusia padahal menurut Abdur Rahman bin Muljam : لاحكم الا الله (tidak ada hukum kecuali hukum Allah) berdasarkan firman Allah:ومن لم يحكم بما انزل الله فاؤلئك هم الكافرون.
Barang siapa tidak menghukumi dengan hukum (al-Qu’an) yang diturunkan oleh Allah maka mereka adalah termasuk orang-orang kafir.


Dari bentangan sejarah tersebut, marilah di hari yang fitri ini, kita selaku Umat Muslim Nusantara yang mempunyai karakter dan sejarah panjang sebagai bangsa, haruslah mengambil sikap sebagai muslim yang cerfdas dan bijaksana. Carut marut ekonomi dan kemelut elit dalam berpolitik janganlah menyebabkan pertikaian dan perpecahan diantara kita. hukum harus terus ditegakkan meskipun berat harus dilaksanakan.

الخطبة الثانية لعيد الفطر

الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر.
الحمد لله أفاض نعمه علينا وأعظم. وإن تعدوا نعمة الله لا تحصوها, أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له. أسبغ نعمه علينا ظاهرها وباطنها وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. رسول اصطفاه على جميع البريات. ملكهاوإنسها وجنّها. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى أله وأصحابه أهل الكمال فى بقاع الأرض بدوها وقراها, بلدانها وهدنها.
الله أكبر أما بعد : إخوانى الكرام ! استعدوا لجواب ربكم متى تخشع لذكر الله متى نعمل بكتاب الله ؟ قال تعالى ياأيها الذين أمنوا استجيبوا لله ولرسوله إذا دعاكم لما يحييكم واعلموا أن الله يحول بين المرء وقلبه وأنه إليه تخشرون.
الله أكبر. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أل سيدنا محمد. كما صليت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم, وبارك على محمد وعلى أل محمد, كماباركت على إبراهيم وعلى أل إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد.
الله أكبر. اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات. إنك سميع قريب مجيب الدعوات وقاضى الحاجات. اللهم وفقنا لعمل صالح يبقى نفعه على ممر الدهور. وجنبنا من النواهى وأعمال هى تبور. اللهم أصلح ولاة أمورنا. وبارك لنا فى علومنا وأعمالنا. اللهم ألف بين قلوبنا وأصلح ذات بيننا. اللهم اجعلنا نعظم شكرك. ونتبع ذكرك ووصيتك. ربنا أتنا فى الدنيا حسنة وفى الأخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب.
الله أكبر. عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذى القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر. يعذكم لعلكم تذكرون. فاذكروا الله يذكركم واشكروا على نعمه يشكركم. ولذكر الله أكبر.

TAUSIYAH MENDIDIK ANAK SECARA ISLAMI


اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، اَلَّذِى خَلَقَ اْلإِنْسَانَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ وَالَّذِى جَعَلَ كُلَّ شَيْئٍ إِعْتِبَارًا لِّلْمُتَّقِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةًوَّسُرُوْرًا. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحـْدَهُ لاَشـَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَعَلَى كُلِّ شَيْئ ٍقَدِيْرٌ. وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعََبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَنَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمـَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَاَفَْضلِ اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَاِبه اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ اِلاَّوَاَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ ٱلَّذِينَ لَوْ تَرَكُواْ مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَـٰفاً خَافُواْ عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيداً


Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Pada ayat di atas Allah menegaskan agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik secara fisik disebabkan kurang gizi dan kurang perawatan kesehatan, lemah mental berupa kurang pendidikan agama, lemah keterampilan sehingga kurang dapat memberdayakan dirinya dan tidak dapat memenuhi kebutuhan ekonominya, maupun kelemahan lainnya.


Sebagaimana dimaklumi pendidikan anak agar potensi baiknya tumbuh dan berkembang merupakan sesuatu yang penting. Syekh Nawawi Banten dalam Tanqih Al-Qaul menjelaskan tentang keutamaan pendidikan anak dalam bab ke-31. Dalam kitab ini disebutkan beberapa keutamaan mendidik anak. Pertama, pendidikan akhlak bagi anak sehingga anak tersebut memiliki akhlak yang mulia merupakan pemberian orang tua yang paling utama. Mendidik anak dengan memperhatikan, menegur, mengancam, dan memukulnya bila diperlukan agar anak berakhlak baik merupakan sesuatu yang utama dan dipandang sebagai pemberian orang tua yang paling utama dibandingkan dengan pemberian yang lainnya. Karena akhlak mulia dapat mengantarkan seorang hamba menjadi raja.

Barangkali kita bertanya-tanya, sedemikian pentingnyakah akhlak dalam kehidupan seseorang? Seorang penyair menyatakan bahwa keberadaan suatu bangsa adalah bila akhlaknya tegak. Bila akhlaknya rusak, maka bangsa tersebut akan binasa. Jepang maju dalam bidang teknologi dan ekonomi adalah karena akhlak mereka yang mengagumkan. Mereka sabar dan disiplin dalam menggali dan mengembangkan ilmu. Dimana-mana orang Jepang berusaha menambah ilmu dan informasi dengan membaca.

Sekarang mari kita pikirkan dapatkah suatu bangsa meraih kejayaannya jika orang-orang di dalamnya memiliki akhlak yang rusak? Dapatkan suatu bangsa akan maju bila anak-anak yang ada di dalamnya tidak menghormati orang tua dan gurunya? Sebaliknya bagaimana bila orang tua dan guru pun tidak menyayangi dan memperhatikan anak kandung dan anak didiknya? Dapatkah suatu bangsa akan maju, bila anggota masyarakatnya tidak memiliki akhlak berupa syukur kepada Allah dengan ibadah dan ketaatan? Apa yang akan terjadi bila orang-orang mempunyai sifat malas dan tidak mau ber-mujahadah (berjuang keras) untuk memperbaiki diri, keluarga, masyarakat, lingkungan sekitar dan negaranya?

Betapa baiknya orang tua yang dapat memfasilitasi anaknya dengan hand phone, uang yang cukup, kendaraan, rumah dan sebagainya. Namun, seandainya orang tua tidak mendidik akhlaknya, maka pemberian tersebut menjadi tidak ada nilainya. Seorang anak yang rusak akhlaknya itu menghabiskan biaya yang sangat mahal. Seorang anak yang berakhlak buruk dapat mengambil harta orang tuanya tanpa ijin, menjual TV, radio, dan apa saja yang ada di rumah dan bahkan dapat memaksa orang tua untuk memenuhi keinginannya. Betapa hancur hati orang tua yang diancam dengan dikalungi clurit oleh anak kandungnya sendiri.

Anak yang bermasalah akan menjadi beban bagi orang tuanya. Seorang anak yang berakhlak buruk dapat membuat orang tuanya yang kaya jatuh menjadi miskin, sakit-sakitan dan menderita secara fisik dan mental. Anak yang bermasalah bahkan dapat mengganggu kenyamanan lingkungan sekitarnya, membuat keonaran dan menjadi biang masalah yang ada. Na’udzu billahi min dzalik. Beruntunglah orang tua yang diberi rezki berupa anak, lalu dididik akhlak dan ilmu pengetahuan, sehingga anak tersebut akan memberikan syafa’at kepada orang tuanya. Sebaliknya, sungguh rugi orang tua yang menelantarkan anaknya bodoh dan berakhlak buruk, karena segala dosa yang dilakukan anak tersebut akan ditimpakan juga kepada orang tuanya yang masa bodoh pada pendidikan anaknya. Sekolah-sekolah berasrama kini berlomba menawarkan character building (pembangunan karakter atau akhlak mulia dan unggul) kepada masyarakat, di samping mutu pendidikan, mengingat betapa pentingnya masalah akhlak.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Kedua, mendidik anak pahalanya lebih besar daripada pahala sedekah satu sha’ (sekitar satu liter) setiap hari. Syekh Nawawi mengutip perkataan Imam Al-Manawi yang menyebutkan, bila anak dididik, maka akhlaknya yang mulia dan ibadahnya yang benar akan menjadi sedekah jariyah bagi orang tuanya, sedangkan sedekah satu sha’ pahalanya terputus bila tidak lagi dilakukan. Sedekah jariyah adalah sedekah yang pahalanya akan terus mengalir kepada pelakunya, bahkan sekalipun pelakunya sudah meninggal dunia. Orang tua yang bekerja keras mendidik anaknya, sehingga anaknya menjadi anak yang shalih, maka anak tersebut kedudukannya seperti sedekah jariyah bagi orang tuanya. Doa anak shalih terus mengalir kebaikannya untuk orang tuanya, sekalipun orang tuanya tersebut sudah terbujur di dalam kubur.

Mendidik anak bukan hanya menambahkan pengetahuan kepada anak, namun juga mengarahkannya agar memiliki akhlak yang baik. Adab, menurut Al-‘Alqimi, sebagaimana dikutip oleh penyusun kitab Tanqihul Qaul ialah berkata dan berbuat yang terpuji. Pendapat lain menyatakan akhlak ialah menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Menghormati orang yang lebih banyak ilmunya dan mengasihi orang yang kurang ilmunya.

Ketiga, menyayangi anak dapat mengantarkan seseorang untuk masuk ke dalam Dar Al-Farh (tempat kebahagiaan) yang berada di dalam surga. Tidak semua penghuni surga dapat masuk ke dalam Dar Al-Farh. Tempat tersebut khusus untuk orang tua yang membahagiakan anaknya, baik anak lelaki maupun perempuan.
Berbagilah kebahagiaan dengan anak-anak. Bermain, tersenyum dan tertawalah bersama anak-anak. Saat pergi jauh, baik karena pekerjaan maupun silaturahim, maka bawalah oleh-oleh yang dapat membahagiakan hati anak-anak kita. Bawalah buah-buahan, makanan, pakaian, atau mainan yang disukai yang dapat membuatnya bersuka cita. Syukuri karunia anak. Syekh Nawawi menulis bahwa memandang anak-anak dengan syukur seperti memandang wajah Nabi.

Apakah karena sayang, maka kita tidak boleh memarahi dan memukul anak? Ada kasus seorang ibu kebingungan dan marah besar, karena anaknya yang masih kelas 3 SD belum pulang ke rumah padahal sudah pukul 10 malam. Anaknya tidak memberi tahu kemana akan pergi. Begitu pulang ibu tersebut menangis dan memukuli anaknya dengan sapu lidi. Setelah ditanya, anaknya menjawab dari tempat internet bersama teman-temannya. Hukuman tidak berhenti pada pukulan saja. Anaknya juga dikurung, dimasukkan ke dalam kamar dan dikunci dari luar. Apakah ibu tersebut telah menggunakan cara yang benar dan tepat dalam mendidik anaknya?

Dalam mendidik anak perlu keseimbangan antara sikap lemah lembut dan tegas agar anak dapat diarahkan menjadi anak yang berakhlak dan berbakti. Memukul anak memang termasuk bagian dari mendidik anak. Syekh Nawawi juga menuliskan bahwa usia 6 tahun anak dididik tata krama, usia 9 tahun dipisahkan tempat tidurnya, dan usia 13 tahun dipukul bila tidak mengerjakan shalat fardu. Akan tetapi, kalaupun memukul terpaksa dilakukan kepada anak hendaknya dengan cara yang benar. Misalkan jangan memukul anak di depan umum, karena akan menjatuhkan harga dirinya. Jangan memukul anak pada wajah, karena merupakan anggota tubuh yang paling mulia bagi manusia. Wajahlah yang paling mudah dikenali dari seseorang. Cedera pada wajah merupakan aib besar. Juga jangan memukul yang menyakiti atau melukai. Pukullah dalam rangka mendidik dan dilakukan tanpa disertai kemarahan, namun betul-betul karena sayang. Bila memungkinkan, lebih baik hindarilah menghukum dengan pukulan.

DR. Nashir Umar bercerita di dalam bukunya Silsilatu Al-Buyut Al-Muthmainnah (diterjemahkan oleh penerbit: Mendung Di Langit Rumah): ”Beberapa hari yang lalu, saya berbincang-bincang dengan seorang pemuda yang salih. Saya bertanya kepadanya tentang bagaimana cara orang tuanya mendidiknya. Pemuda itu begitu bangga terhadap ayahnya. Ayahnya belum pernah memukulinya, kecuali pukulan yang sangat tidak layak disebut pukulan.” Gunakan kasih sayang dalam mendidik anak. Perhatikan ucapan Nabi Nuh kepada anaknya yang durhaka:


يَٰبُنَىَّ ٱرْكَبَ مَّعَنَا وَلاَ تَكُن مَّعَ ٱلْكَـٰفِرِينَ


Artinya: ”Hai Anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hud: 42).
Perhatikan sekali lagi! Nuh berkata kepada anaknya yang kafir: ”Wahai Anakku.” Ia menggunakan kata-kata yang lembut penuh kasih sayang. Nuh tidak menggunakan kata-kata kasar seperti: ”Hai Anak nakal! Anak durhaka! atau anak kafir.”

Hal yang tidak kalah penting dalam mendidik anak ialah keteladanan. Berhasilkah orang tua yang melarang anaknya merokok, padahal dirinya merokok? Berhasilkah orang tua menyuruh anaknya shalat berjama’ah, padahal dirinya selalu shalat di rumah? Berhasilkah orang tua yang menyuruh anaknya rajin belajar, padahal dirinya tidak pernah membaca buku di hadapan anak-anaknya? Berhasilkah orang tua yang menginginkan anak-anaknya menghormatinya sementara ia sendiri tidak menghormati ayah dan ibunya? Ibda binafsika (mulai dari dirimu sendiri). Pepatah Arab mengatakan:

لِسَانُ الْحَالِ أَفْصَحُ مِنْ لِسَانِ الْمَقَالِ

Artinya: “Contoh perbuatan lebih efektif (lebih berpengaruh) daripada perkataan”.
Kalau ingin anak belajar shalat shubuh berjama’ah, maka bangun dan ajaklah ia ke masjid atau mushala. Buktikan bahwa kita sebagai orang tua bukan hanya mampu menyuruh, namun juga memberikan teladan. Kalau ingin anak rajin membaca Al-Qur’an, maka berikanlah contoh kepadanya bahwa kita rajin membaca Al-Qur’an dan ajaklah ia agar juga rajin membacanya. Untuk mengajarkan pentingnya silaturahim, maka ajaklah anak-anak bersilaturahim kepada orang tua, saudara, guru, murid, teman, maupun lainnya.

Syekh Nawawi Banten dalam menjelaskan bab mendidik anak ini masih kurang lengkap. Beliau belum mengungkapkan kiat-kiat mendidik anak secara rinci. Akan tetapi, apa yang dipaparkannya tentu saja sangat berharga, karena memberikan prinsip dan motivasi yang bersifat umum agar kita mendidik anak dengan benar. Perkembangan jaman sebenarnya menuntut para kyai maupun ustadz untuk memberikan karya baru di bidang pendidikan anak, atau memberikan syarah baru yang lebih memadai terhadap bab ini berdasarkan permasalahan yang berkembang pada saat sekarang.

Kitab yang berjudul Kaifa Nurabbi Abna`aka Hadza Al-Zaman (Bagaimana Kita Mendidik Anak-anak Pada Masa Sekarang) yang diterjemahkan bebas oleh Penerbit Pustaka Rahmat Bandung menjadi Ibu, Bimbing Aku Menjadi Anak Sholeh termasuk buku yang menarik. Karena buku tersebut merupakan pengalaman penulisnya sendiri dalam mendidik anak selama 20 tahun dan di dalamnya juga dilengkapi dengan pengalaman pendidik dan orang lain.

Di buku tersebut misalkan dijelaskan hubungan antara perilaku orang tua dan jiwa anak sebagai berikut:
a. Orang tua yang over protektif, selalu ikut campur menyebabkan pribadi anak menjadi lemah, karena semuanya dikendalikan oleh orang tua. Anak tidak diberi kesempatan untuk menentukan pilihannya sendiri.
b. Orang tua yang memanjakan dan selalu menuruti keinginan anak, maka dapat membuat anak menjadi lepas kontrol. Anak biasa dimanja sehingga tanpa batas dan semau sendiri.
c. Kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan orang tua membuat anak menjadi pribadi yang penakut dan ragu. Di antara bentuk kekerasan fisik ialah pukulan, tendangan, dan siksaan fisik lainnya. Adapun kekerasan psikis (kejiwaan) seperti orang tua yang berteriak-teriak marah kepada anaknya. Disebutkan, terdapat bukti-bukti kuat ada hubungan kepribadian antara anak yang suka membuat onar dengan ibunya yang sering berteriak ketika marah.
d. Orang tua yang mempunyai banyak anak dan bersifat pilih kasih kepada anak-anaknya, maka menumbuhkan rasa cemburu, benci dan dendam bagi sebagian anak.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Mengingat betapa pentingnya pendidikan anak, maka kita hendaknya serius dalam mendidik anak-anak. Janganlah menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada lembaga pendidikan semata. Peran orang tua tetap dibutuhkan untuk melahirkan anak-anak shalih yang otaknya cerdas, hatinya lurus, dan mempunyai keterampilan yang memadai. Para kyai dan ustadz di pesantren juga diharapkan dapat memikirkan untuk melahirkan karya baru berupa kitab kuning tentang pendidikan anak (tarbiyat al-aulad), yang dapat dijadikan rujukan oleh para santri di berbagai pesantren. Departemen Agama diharapkan menambah satu lomba keagamaan, yaitu lomba menulis kitab kuning dengan tema yang dibutuhkan. Karya yang memenangkan lomba tersebut dievaluasi, diperbaiki seperlunya, dicetak, dan disebarluaskan ke seluruh pesantren yang ada di nusantara.
Demikian uraian khutbah ini, semoga bermanfaat. Amin..


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

TAUSIYAH KESEMPURNAAN IMAN

الحمد لله, الحمد لله الذى خلق الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياأيهاالحاضرون اتقوالله, اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وانتم مسلمون

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Saya berwasiat kepada diri sendiri dan jama’ah sekalian untuk senantiasa betaqwa kepada Allah, dengan taqwa yang sebenar-benarnya. Marilah kita beryukur kepada Allah atas segala rahmat dan karunia yang dilimpahkan kepada kita. Terutama ni’mat iman yang mampu mendorong kita semua beristiqomah mengabdi dan menjalankan jama’ah jum’ah yang penuh berkah ini. Mengapa demikian, karena iman harus menjadi landasan segala amal perbuatan dan perilaku kita. Allah tidak menerima segala bentuk amal perbuatan yang tidak didasari dengan keimanan

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Iman dan ibadah ibarat benih dan buahnya. Benih yang bagus harus dapat menumbuhkan pohon dengan kwalitas buah yang terjamin. Dan begitu juga sebaliknya, buah yang berkwalitas akan mampu menjadi benih di masa mendatang. Daur ulang kedua inilah yang nantinya akan menaikkan kwalitas keduanya.
Dengan peningkatan yang berkesinambungan antara iman dan ibadah ini secara bertahap akan mampu menaikkan derajat ketaqwaan kita kepada Allah sehingga, kita menjadi seorang mukmin yang sempurna. Iman semacam inilah yang kita harapkan mampu meredusir keinginan dan syahwat serta maksiat, sehingga ketaatan kita kepaa Allah semakin mantap. Ketika kita merasa yakin kepada Allah swt, maka kepasrahan kita kepada-Nya akan semakin total. Pada saat inilah kita mencapai pada satu tingkat yang disebut para sufi dengan ketakukan (khauf) dan harapan (raja’) seperti yang tergambarkan dalam surat al-Anfal ayat 2


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Dari keterangan ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa tawakkal merupakan syarat menjadi mukmin yang sempurna. Seorang mukmin yang dalam hatinya tidak tebersit kekhawatiran menghadapi dunia dan segala kekurangannya, sehingga yang tertinggal dalam hatinya adalah timbunan keikhlasan, dan kepasrahan. Modal inilah yang membuat seseorang rajin taat beribadah, sholat, zakat, puasa, bersedekah dan beribadah lainnya. Bentuk ibadah formal seperti ini merupakan cerminan tingkat ketaqwaan seseorang.
Model iman seperti inilah yang mampu menghantarkan kita selalu ingat kepada Allah swt (Dzikrullah). Sehingga semua amal perbuatan hanya kita sandarkan kepada Allah swt semata. Dzikir seperti inilah yang dijanjikan oleh Allah kepada manusia akan derajat yang mulia. Baik di mata manusia maupun di mata-Nya. Bisa saja derajat itu diberikan ketika masih hidup, ataupun kelak ketika janntun naim. Seperti yang termaktub dalam al-Qur’an

أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُمْ دَرَجَاتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيم

tulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (ni'mat) yang mulia.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Rasa-rasanya sudah banyak rahmat yang telah dilimpahka oleh Allah kepada kita. Pernah kita menghitung berapa kali nafas kita hembuskan? Berapa kali kita mendapat kebahagiaan? Berapa kali kita terselamatkan? Andaikan Allah menghendaki yang lain, masihkah kita dapat berkumpul disini? Andaikan Allah menghentikan kerja pernafasan kita beberapa menit, apa yang terjadi? Pernah kita berpeikir untuk berterimakasih kepadanya?

Nah, jika demikian bukankah sudah sewajarnya kita mengabdi kepada-Nya, kita menyembahnya setulus hati, bukankah hanya Allah yang mampu memberikan kebahagiaan yang selama ini kita nikmati? Anak, istri, keluarga, semuanya adalah dari-Nya. mengapa kita masih menuntut surga untuk mengabdi kepada-Nya. itulah kita manusia. Selalu merasa kurang dan lupa. Iman yang kuat akan melestariakn ingatan kita kepada-Nya. ingatan yang tidak terbatas dengan ruang dan waktu tertentu. Inilah zikrullah yang hakiki.

Akhinal khiram yang di Cintai Allah swt

Ingatlah bahwa Allah telah memberikan begitu banyak rahmat kepada kita, mengapa kita masih sering merasa enggan mengabdi kepada-Nya? Semoga khutbah ini bermanfaat bagi kita semua. amin


بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

TAUSIYAH MANISNYA IMAN

الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِأَنْفُسِناَوَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِ الله ُفَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ الله ُلَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحُمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب

Akhinal khiram yang di Rahmati Allah swt,


Alhamdulillah hingga detik ini kita masih diberikan kekuatan oleh Allah Ta’ala untuk beriman kepada-Nya. Sehingga kita masih dijaga oleh-Nya untuk tidak melakukan berbagai hal-hal yang menentang perintah-Nya. Sungguh ni’mat iman tiada bandingan harganya, mengapa ? karena godaan nafsu semakin berat, bukan hanya sekedar mengajak maksiat, namun juga sedikit-sedikit menggerogoti rasa ta’at.

Andaikan Allah swt tidak memberikan kita keimanan, mungkin kita telah menjadi pengikut setia para syaitan. Yang tidak segan-segan memberangus keikhslasan, tetapi juga memupuk keserakahan. Jangankan teman, saudara pun rela kita singkirkan. Demi apa ? demi kekuasaan, demi kepuaasan, demi kemewahan dan demia duni yang menggiurkan. Alhamdulillah Allah berikan kita Iman dan semoga menjaganya untuk tetap bersama kita. amien

Hanya saja, manusia adalah makhluk yang tak berdaya. Ia mudah menyerah kepada nafsu dunia. Oleh karena itu manusia harus senantiasa menjaga keseimbangan antara kebutuan dunia dan kebutuhan akhiratnya. Kehidupan yang seimbang akan membuat manusia sukses dan bahagia hidup di dua dunia –fid dunya hasanah wafil akhirati hasanah-. Surga dapat diraih dengan iman. Meskipun menjalani iman tidak semudah membalik telapak tangan.

Perjalanan iman harus mampu menaklukkan nafsu akan harta, wanita, anak dan kuasa. Dan memang inilah cobaan terbesar manusia. Seperti yang Allah Firmankan


زين للناس حب الشهوات من النساء والبنين والقناطير المقنطرة من الذهب والفضة والخيل المسومة والأنعام والحرث ذلك متاع الحياة الدنيا والله عنده حسن المآب

Menaklukkan nafsu dunia bukan berarti memilikinya, bukan pula menghindarinya, tetapi mampu menggunakan dan mengatur semuanya, agar bermanfaat di jalan agama. Inilah tamsil yang keluar dari diskusi Nabi saw dengan para sahabatnya ketika bertamu di ruma sahabat Ali Karramallahu Wajhah.

Diceritakan suatu ketika Rasulullah saw, bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman bertamu ke rumah sahabat Ali. Setibanya di rumah, Fathimah istri Ali yang juga putri Rasulullah saw menghidangkan madu dalam sebuah mangkuk yang cantik. Namun dalam semangkuk madu yang dihidangkan itu terdapat sehelai rambut tercelup di dalamnya. Kemudian, Rasulullah saw meminta sahabat-sahabatnya untuk membuat suatu perbandingan terhadap ketiga benda tersebut (Mangkuk yang cantik, madu, dan sehelai rambut).

Akhinal khiram yang di Rahmati Allah swt,

Nabi berkata “Ayo Abu Bakar coba terangkan menurut kamu apa perbandingan antara ketiganya” Kemudian Abubakar r.a. menjawab, "iman itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang beriman itu lebih manis dari madu, dan mempertahankan iman itu lebih susah dari meniti sehelai rambut".

Setelah itu giliran Umar r.a yang berpendapat, menurutnya "kerajaan itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, seorang raja itu lebih manis dari madu, dan memerintah dengan adil itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Sungguh seorang negarawan sejati yang berkarakter. Kaidah kenagaraannya harusnya dianut dan dijadikan pedoman bagi para pemimpin.

Sebagai seorang yang bijaksana dan berilmu sahabat Utsman r.a. berkomentar "ilmu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, orang yang menuntut ilmu itu lebih manis dari madu, dan ber'amal dengan ilmu yang dimiliki itu lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Sedangkan sahabat Ali selaku tuan rumah berkata, "tamu itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, menjamu tamu itu lebih manis dari madu, dan membuat tamu senang sampai kembali pulang ke rumanya adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Sayidah Fatimah sebagai perwakilan perempuan mengibaratkan ketiganya dalam kerangka kewanitaan menurutnya "seorang wanita itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, wanita yang berburqo itu lebih manis dari madu, dan mendapatkan seorang wanita yangtak pernah dilihat orang lain kecuali muhrimnya lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Akhinal khiram yang di Rahmati Allah swt,

Setelah para sahabat mengemukakan pendapat mereka Rasulullah saw kemudia berkata, "seorang yang mendapat taufiq untuk ber'amal adalah lebih cantik dari mangkuk yang cantik ini, ber'amal dengan 'amal yang baik itu lebih manis dari madu, dan berbuat 'amal dengan ikhlas adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Seolah merangkum dari berbagai pendapat para sahabat itu Rasulullah saw menegaskan bahwa inti kehidupan dan amal ibadah seseorang ada dalam keikhlasan. Dan kemampuan seseorang beramal (beribadah) tidak lain merupakan taufiq dari-Nya.

Ternyata, Malaikat Jibril as juga turut urun rembug ia men-tamsilkan ketiganya bahwa "menegakkan pilar-pilar agama itu lebih cantik dari sebuah mangkuk yang cantik, menyerahkan diri; harta; dan waktu untuk agama lebih manis dari madu, dan usaha mempertahankan agama sampai akhir hayat lebih sulit dari meniti sehelai rambut". Inilah kata Malaikat yang telah berpengalaman menyertai para Rasul dan Nabi sepanjang zaman.

Dan Allah swt berfirman, " Sorga-Ku itu lebih cantik dari mangkuk yang cantik itu, nikmat sorga-Ku itu lebih manis dari madu, dan jalan menuju sorga-Ku adalah lebih sulit dari meniti sehelai rambut".

Akhinal khiram yang di Rahmati Allah swt,

Dari cerita di atas kita seharusnya mampu mengambil pelajaran guna melangkahkan kaki selanjutnya bagaimanakah kita seharusnya menghadapi hirup ini.


بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ